Kamis, 27 Januari 2011

PENELITI SEDANG MENDALAMI DAMPAK TEORI DEFENSI BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT


CONTOH KONKRIT INFLEMENTASI TEORI MODERNISASI DAN TEORI KETERGANTUNGAN

Oleh Jhon herman
A  TEORI MODERNISASI 
           Perspektif teori Modernisasi Klasik menyoroti bahwa negara Dunia Ketiga merupakan Negara terbelakang dengan masyarakat tradisionalnya. Sementara negara-negara Barat dilihat sebagai negara modern. McClelland menyarankan agar Dunia Ketiga mengembangkan dirinya untuk memiliki nilai-nilai kebutuhan berprestasi yang dimiliki Barat untuk menumbuhkan dan mengembangkan kaum wiraswasta modernnya. Artikel diatas, menggambarkan keinginan kuat masyarakat untuk mengadaptasi nilai-nilai “gaya hidup” Barat sebagai identitas modernnya. Secara kasat mata dapat dikatakan telah terjadi proses homogenisasi budaya dunia. (fastfood) dengan hanya mencontoh (akulturasi) atau melakukan “cultural borrowing” (westernisasi). Hal ini sejalan dengan aliran pemikiran yang berakar pada perspektif fungsionalisme maka aliran modernisasi memiliki ciri-ciri dasar antara lain: ”Sumber perubahan adalah dari dalam atau dari budaya masyarakat itu sendiri (internal resources) bukan ditentukan unsur luar”.
Modernisasi pada artikel diatas digambarkan tidak hanya menyentuh wilayah teknis, tetapi juga menyentuh nilai-nilai, adanya karakteristik ditemukan sebagian dari ciri-ciri manusia modern sebagaimana menurut Alex Inkeles (1969-1983) dalam teorinya “Manusia Modern”, yaitu (1)Sikap membuka diri pada hal-hal yang baru,
(2)Tidak terikat (bebas) terhadap ikatan institusi maupun penguasa   tradisional,(3)Percaya pada keampuhan ilmu pengetahuan
(4)Menghargai ketepatan waktu, (5)Melakukan segala sesuatu secara terencana.
           Bila dalam teori Modernisasi Klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam teori Modernisasi Baru, tradisi dipandang sebagai faktor positif pembangunan. Sebagaimana digambarkan pada artikel tersebut, masyarakat tradisional Indonesia pada dasarnya memiliki ciri yang dinamis, mengolah “resistensi” serbuan budaya Barat sesuai dengan tantangan inetrnal dan kekuatan eksternal yang mempengaruhinya. Hal ini sejalan dengan pandangan Michael R. Dove dalam kajiannya tentang Indonesia, bahwa budaya tradisional merupakan sesuatu yang dinamis dan selalu mengalami perubahan, mampu melakukan penyesuaian dengan baik terhadap kondisi lokal. Teori ini merumuskan implikasi kebijakan pembangunan yang diperlukan untuk membangun Dunia Ketiga sebagai keterkaitan antara negara berkembang dengan negara maju akan saling memberikan manfaat timbal balik, khususnya bagi negara berkembang.
Teori Modernisasi, klasik maupun baru, melihat permasalahan pembangunan lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
           Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan Kegagalan modernisasi untuk membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga tidak membawa hasil. Modernisasi bagaikan sebagai :srigala berbulu domba” cenderung sebagai bentuk kolonialisme baru semakin mencuat dengan gagalnya negara-negara Amerika Latin menjalankan modernisasinya. Konsep modernisasi yang diterapkan oleh Negara-negara miskin sama saja dengan westernisasi. Seolah-olah kesenjangan antara Negara kaya dan Negara miskin dapat diatasi dengan penerapan system ekonomi dan politik Negara kaya. Negara-negara dunia ketiga tidak memandang betapa histori spesifiknya sebenarnya model pembangunan Barat itu. Konsep pembangunan yang ditawarkan oleh Negara-negara Barat yang sebenarnya bersifat Kapitalisme ini pada akhirnya menimbulkan ketimpangan karena terjadi ketergantungan baik secara teknologi maupun financial. Ketergantungan industri keuangan mengakibatkan ekonomi negara tergantung lebih terpusat pada ekspor bahan mentah dan produk pertanian. Ekspor bahan mentah menyebabkan terkurasnya sumber daya negara, sementara nilai tambah yang diperoleh kecil. Dampak dari ketergantungan teknologi industri terhadap dunia ketiga adalah ketimpangan pembangunan, ketimpangan kekayaan, eksploitasi tenaga kerja, serta terbatasnya perkembangan pasar domestik negara dunia ketiga itu sendiri Kenyataan bahwa dibalik kebaikan Negara-negara maju memberikan bantuan kepada Negara miskin tersimpan sebuah maksud licik, yaitu ingin melakukan kolonialisasi secara halus terhadap perekonomian dan kebudayaan Negara tersebut.
Contoh Inflementasi Teori Modrenisasi
Salah satu contoh nyata mungkin yang bisa kita lihat dampak dari teori modernisasi ini adalah ketika Krisis yang dialami oleh Indonesia sekitar tahun 1997. Misi IMF adalah mengupayakan stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan keuangan temporer guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran dan sebagai imbalannya negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu. Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi tahuan 1997 maka tanggal 4 Februari 2000, IMF menyetujui pemberian pinjaman berjangka waktu tiga tahun untuk mendukung program reformasi dan struktural Indonesia dan memberikan berbagai persyaratan yang disebut kondisionalitas. Terkadang persyaratan ini justru meningkatkan krisis keuangan terhadap negara peminjam, Begitu pula yang terjadi di Indonesia pada saat krisis ekonomi tersebut, melalui kebijakan IMF, secara praktis melakukan gerakan globalisasi dan pasar bebas melalui upaya-upaya pendahuluan seperti privatisasi, penghapusan subsidi, deregulasi, dan sebagainya. Pelunasan pinjaman ini jatuh tempo pada akhir 2010, namun Indonesia secara efektif telah melunasi seluruh pinjaman pada 12 Oktober 2006. Dengan lunasnya pinjaman ini berarti Indonesia tidak berkwajiban mengikuti persyaratan-persyaratan yang diberikan IMF.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998 tidak memberi pilihan selain meminta bantuan keuangan ke IMF untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia. Dalam jangka pendek umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan devaluasi nilai tukar uang, unifikasi dan peniadaan kontrol uang, liberalisasi harga: peniadaan subsidi dan control dan pengetatan anggaran. Sementara dalam jangka panjang umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan liberalisasi perdagangan : mengurangi dan meniadakan kuota impor dan tariff, deregulasi sektor perbankan sebagai “program penyesuaian sektor keuangan”, privatisasi perusahaan-perusahaan milik Negara, privatisasi lahan pertanian, mendorong agribisnis, reformasi pajak: memperkenalkan/meningkatkan pajak tak langsung, mengelola kemiskinan’ melalui penciptaan sasaran dana-dana social dan pemerintahan yang baik
Aplikasi kebijakan IMF di Indonesia diantaranya likuidasi 16 bank, mencabut larangan ekspor kayu gelondongan tahun pada 1998, menurunkan bea masuk gula dan beras turun sampai nol persen, mengurangi subsidi listrik dan BBM. Syarat-syarat tersebut dijalankan pada saat kondisi masyarakat belum pulih dari krisis ekonomi. Sehingga bukannya perekonomian yang membaik, justru banyak merugikan rakyat karena sosial cost yang dikeluarkan besar sekali. Misalnya akibat penutupan bank-bank tersebut memudarkan kepercayaan masyarakat pada bank. Masyarakat menarik dana besar-besaran dari bank lainnya yang tidak dilikuidasi. Akibat likuidasi uang menjadi langka, bunga melejit, masyarakat kelaparan. Modernisasi memerlukan waktu panjang. Berbagai kebijakan IMF yang diterapkan di Indonesia dalam kondisi masyarakat yang tidak siap, akhirnya menyebabkan gejolak sosial dan politik. IMF dan pemerintah Indonesia sudah menyalahi ciri pokok modernisasi dan sekaligus membuktikan kekurangan dalam teori modernisasi yaitu modernisasi yang dipaksa mengalami percepatan. Intervensi IMF pada kebijakan-kebijakan Indonesia jelas merupakan praktik teori modernisasi. Ideologi teori modernisasi digunakan untuk memberikan legitimasi intervensi Amerika Serikat terhadap kepentingan negara Dunia Ketiga. Unsur dominasi asing di Indonesia secara ekonomi dan politis ini merupakan bentuk kolonialisme negara Barat pada negara dunia ketiga.
Bantuan IMF membuat pertumbuhan ekonomi negara sedang berkembang semakin tergantung pada IMF demi kestabilan ekonomi. Karena membutuhkan modal untuk memperbaiki perekonomian pada masa krisis, Indonesia mau menerima berbagai persyaratan dari IMF. Apalagi misi IMF memang memulihkan kesulitan ekonomi. Namun yang terjadi justru IMF banyak mengintervensi kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi yang menyebabkan krisis menjadi lebih parah. Selain itu, Indonesia juga harus menanggung bunga pinjaman dari surplus ekonomi yang didapat. Walaupun membayar bunga memang kewajiban ketika berhutang, namun Indonesia bisa mencari pinjaman negara lain yang lebih rendah bunganya dibanding IMF, misalnya Malaysia atau Jepang. Selisih bunga yang bisa mencapai Rp10 trilyun hingga Rp15 trilyun, bisa digunakan untuk menambah anggaran negara.
Selain itu teori depedensi juga menuduh ajaran teori modernisasi tidak hanya sekedar pola pikir yang memberikan pembenaran ilmiah dari ideologi negara-negara barat untuk mengeksploitasi negara dunia ketiga, menyatakan bahwa situasi ketergantungan yang terjadi di Dunia Ketiga lahir sebagai akibat desakan faktor eksternal dan berpendapat selama hubungan pertukaran yang tidak berimbang ini tetap bertahan sebagai landasan hubungan internasional, maka ketergantungan negara dunia ketiga tetap tak terselesaikan.
B. TEORI DEPEDENSI
           Teori Dependensi lebih menitik beratkan pada persoalan  keterbelakangan  dan pembangunan negara Dunia Ketiga.  Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori dependensi mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya dan intelektual dari negara maju. Munculnya teori dependensi lebih merupakan kritik terhadap arus pemikiran utama persoalan pembangunan yang didominasi oleh teori modernisasi. Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga dengan negara sentral di Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia Ketiga. Negara sentral di Barat selalu dan akan menindas negara Dunia Ketiga dengan selalu berusaha menjaga aliran surplus ekonomi dari negara pinggiran ke negara sentral. Bila teori Dependensi Klasik melihat situasi ketergantungan sebagai suatu fenomena global dan memiliki karakteristik serupa tanpa megenal batas ruang dan waktu. Teori Dependensi Baru melihat melihat situasi ketergantungan tidak lagi semata disebabkan faktor eksternal, atau sebagai persoalan ekonomi yang akan mengakibatkan adanya polarisasi regional dan keterbelakangan. Ketergantungan merupakan situasi yang memiliki kesejarahan spesifik dan juga merupakan persoalan sosial politik.
Pada artikel diatas, dalam konteks pembangunanisme, konsep Gramsci memang sangat dekat dengan dasar pemikiran teori dependensi (Cardoso), termasuk imperialisme struktural (Johan Galtung) dan imperialisme kultural (Herbert Schiller). Menurut Cardoso sebagai tokoh utama teori Dependensi Baru, negara Dunia Ketiga tidak lagi hanya semata bergantung pada asing, tetapi sebagai aktor yang aktif yang secara cerdik berusaha untuk bekerja sama dengan modal domestik dan modal internasional. Konsep ini dapat menjelaskan sekalipun dalam era globalisasi—wajah lain dari kapitalisme internasional—telah melakukan penetrasi kultural ke segala mata angin dunia, maka seharusnya ekspresi kebudayaan dunia akan bermuka tunggal dalam satu kontrol. Seluruh ekspresi kebudayaan termasuk ekspresi simboliknya akan mengacu pada ekspresi dominan dalam nama pasar. Tidak ada celah lagi untuk menjadi independen. Namun kenyataannya masyarakat secara cerdik memanfaatkan intrusi pasar itu menjadi terobosan identitas.
1.    Contoh Inflementasi teori Defendensi
Eksploitasi terhadap SDA secara berlebihan tanpa perencanaan yang baik dengan tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya, secara pasti telah membawa dampak bencana dan malapetaka ekologis yang masive bagi kelestarian dan keseimbangan ekosistem dan peri kehidupan di planet bumi Salah satu hajat besar penyelenggaraan pemerintahan dalam negara adalah meningkatkan kesejahteraan hidup warganya, melalui pelaksanaan proses pembangunan di berbagai bidang. Nampak jelas semenjak orde baru memegang kendali pemerintahan, telah menempatkan pertumbuhan ekonomi dalam paradigma pembangunan nasional dengan salah satu strateginya adalah menguatkan peran konglomerasi perusahaan transnasional untuk eksploitasi sumber daya alam secara besar- besaran, sehingga diharapkan adanya Trickle Down Effect bagi masyarakat dalam mendapatkan jatah hasil pembangunan. Menurut sistem hukum yang ada di Indonesia, bahwa SDA dan hutan dikuasai oleh negara cq pemerintah. Ruang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan, baik secara individu maupun komunal, cenderung diabaikan, kalah dengan kepentingan kapital(modal) yang mendapat dukungan tegas dari pemerintah, karena pemerintah mendapat tekanan kuat dari para pemodal Internasional (Investor).
Dampak dari pola pengelolaan Sumber Daya Alam kita yang menitikberatkan pada eksploitasi secara besar-besaran, bermuara pada pada terjadinya degradasi dan deforestasi yang masive bagi sumber daya alam dan hutan, tidak kurang dari 2 juta ha tiap tahunnya, SDA kita hancur. Dan hampir di setiap titik investasi terjadi konflik berkepanjangan antara masyarakat, kapital dan pemerintah. Konflik penguasaan SDA terjadi manakala struktur dan tatanan hukum tidak lagi berpihak pada keadilan untuk pemenuhan hak- hak masyarakat lokal, yang tergantung hidupnya dari daya dukung lingkungan dan hutan.
Salah satu buah dari salah urusnya kekayaan SDA adalah terjadinya krisis energi yang kita saat ini. Harga BBM, listrik dan kebutuhan pokok lainnya yang kian melambung tinggi sehingga hampir sulit di jangkau oleh kemampuan ekonomi  masyarakat terutama yang hidup merana dalam lingkaran kemiskinan. Ini terjadi karena SDA di Indonesia kebanyakan di kuasai oleh pihak Asing. Ironis memang, kekayaan alam melimpah diberikan kepada orang luar sementara kehidupan masyarakat kita kian sulit mendapatkan BBM dengan harga terjangkau. Kemiskinan telah menjadi permasalahan pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, hingga maret 2006 penduduk miskin Indonesia mencapai 39,05 juta orang utau 17,75 % dari total penduduk sebesar 220 juta orang, dan yang tinggaldi desa mencapai 63,4 (BPS). Kemiskinan adalah indikator terjadinya defisit kedaulatan dan keadilan. Kemiskinan terjadi akibat merosotnya ketahanan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat, akibat hilangnya potensi ketahanan dan daya dukung lingkungan hidup(Kertas posisi walhi).
Ekspoitasi adalah merupakan upaya atau tindakan penguasaan dan penguaaan untuk mengeruk dan memeas potensi sumber daya, baik sumber daya alam, maupun sumber daya manusia ( tenaga kerja murah ). Keadaan Indonesia sebagai negara berkembang telah mendorong penyelenggara pemerintahan memanfaatkan keberadaan sumber daya alam yang melimpah, dengan harapan terjadinya percepatan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyat, dan terjaganya stabilitas ekonomi secara nasional. Kerentanan ekonomi sebagai negara berkembang dimanfaatkan secara sempurna oleh kekuatan ekonomi negara maju melalui multikorporasi, yang berusaha menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan investasi pada berbagai bidang, seperti bidang Kehutanan, Pertambangan dan Energi, Perkebunan, pesisir dan Kelautan, Ekonomi dan Perdagangan, dan lain sebagainya.
Ketika mesin ekonomi Kapitalisme berputar cepat di Indonesia melakukan eksploitasi SDA, maka ketika itulah mencuat geliat perambahan SDA dari keberadaan mega-mega proyek industri skala besar di berbagai bidang. Data JATAM menunjukkan hingga akhir 2001 saja pemerintah telah mengeluarkan izin pertambangan sebanyak 3246 izin yang terdiri dari 893 izin kuasa pertambangan seluas 32.765 833 ha, izin kontra kerja sebanyak 110 dengan luas 8.410.106 hektar serta 2.138 izin SIPD yang dikeluarkan pemerintah daerah. Luas areal yang di tambangan sudah mencapai 66.891.496 ha atau lebih 35% dataran Indonesia. Kita tidak heran jika dari ujung paling barat Wilayah Indonesia sampai yang paling timur, kini telah di eksploitasi secara membabi buta, wilyah Sumatra dirubah menjadi ladang minyak, gas, pulp, dan sawit, Kalimantan di kavlin untuk tambang Batu Bara dan mineral, HPH dan lain sebagai. Hal serupa juga terjadi di pulau Jawa, Sulawesi dan Irian jaya. Pada era 1990-an,seperti kepulauan Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku. (http://umum.kompasiana.com)









Daftar Pustaka
------------Kritik teori Modrenisasi dan Defendens,i http://komunikasi-pembangunan.blogspot.com
-----------Dampak teori Modrenisasi dan ketergantungan, http://ratnadwipa.blogspot.com





Tidak ada komentar:

Posting Komentar