Membangun
Karakter Diri
Saturday, 07 April 2012 21:26
Oleh : JHON HERMAN
Apa arti hidup bagi Anda? Dan bagaimana Anda menggambarkan
hidup ini? Seperti roda yang berputar, seperti air yang mengalir, atau seperti
apakah hidup bagi Anda? Ada yang mengatakan, hidup itu seperti roda pedati,
kadang kita di bawah, berikutnya kita di atas. Karena itu, ketika berada di
atas, kita sebaiknya tidak lupa diri. Dan ketika berada di bawah, kita jangan
berputus asa. Semua ada waktunya. Jalani sajalah dengan sepenuh hati.
Ada yang berpendapat bahwa hidup itu
seperti air yang mengalir dari pegunungan menuju laut. Dari kelahiran menuju
kematian. Tak perlu merumuskan tujuan, sasaran, goals, outcomes, atau apa pun,
mengalir sajalah dengan penuh keikhlasan. Semua sudah ada yang mengatur. Lihat
Mbah Surip yang mengalir dengan “tak gendong kemana-mana”, bergembira dengan
“I love you full hahahaha”, jujur mengaku “bangun tidur ku tidur lagi”.
Ada yang menggambar hidup ini cuma
sekadar mampir minum. Segala sesuatu itu bersifat sangat sementara.
Dibandingkan kehidupan kekal nanti, usia 70-80 bahkan 100 tahun pun tak ada
artinya. Kekal itu bukan 1.000.000 tahun, bukan 1.000.000.000 tahun, dan bahkan
bukan 1.000.000.000.000 tahun. Kekal itu triliunan tahun kali triliunan tahun
kali dan kali dan kali. Tak ada batasnya. Karena itu janganlah melekat pada apa
pun yang ada di muka bumi. Sebentar lagi semua itu akan lewat. Persiapkanlah
diri untuk sesuatu yang bersifat jangka panjang, sampai ke keabadian,
kekekalan.
Tentang hidup, Rick Warren, yang
dikenal dunia sebagai penulis Purpose Driven Life, agaknya memiliki perspektif
yang juga menarik untuk disimak. Dalam sebuah artikel pendek yang beredar di
berbagai milis, pria yang hadir dan berdoa dalam acara pelantikan Presiden
Amerika Serikat Barack Obama ini menulis:
Hidup ini adalah serangkaian
masalah: Bila saat ini Anda sedang bergumul dengan sebuah masalah, sebenarnya
Anda baru saja keluar dari suatu masalah, atau Anda sedang bersiap untuk
bertemu dengan masalah yang baru. Hal ini terjadi karena Allah lebih berurusan
dengan karakter Anda, ketimbang dengan kenyamanan Anda; Allah lebih tertarik
membuat hidup Anda kudus ketimbang membuat hidup Anda bahagia.
Barangkali kita merasa pantas
bahagia di bumi, tetapi itu bukan tujuan hidup ini. Tujuan hidup kita adalah
bertumbuh dalam karakter, dalam keserupaan dengan Kristus. Setahun terakhir ini
merupakan tahun terhebat dalam hidup saya, walaupun juga yang terberat karena
mesti mendampingi istri saya, Kay, yang diserang kanker.
Saya terbiasa berpikir bahwa hidup
ini adalah deretan gunung dan lembah–Anda akan berjalan melalui saat-saat
gelap, lalu Anda akan mencapai puncak gunung, kemudian kembali lagi, begitu
terus menerus. Kini saya tidak percaya itu lagi. Saya tidak lagi berpikir bahwa
hidup ini gunung dan lembah, tetapi lebih seperti dua jalur kereta api yang
menyatu di ujung, dan di sepanjang waktu Anda akan menjumpai hal baik dan juga
hal buruk dalam hidup Anda. Tak peduli seberapa banyak hal baik Anda terima,
Anda tetap akan berhadapan dengan hal buruk yang mesti Anda atasi. Sebaliknya,
tak peduli seberapa buruk hidup yang Anda jalani, selalu ada hal baik yang
dapat Anda syukuri.
Anda dapat berfokus pada tujuan,
atau pada masalah Anda: Jika Anda berfokus pada masalah, Anda akan terpusat
hanya pada diri sendiri, pada ‘masalah saya’, ‘problema saya’, ‘penderitaan
saya’. Padahal salah satu cara termudah untuk lepas dari penderitaan adalah
dengan tidak berfokus pada diri sendiri, tetapi kepada Allah dan sesama.
Bagi Warren, kita semua perlu
belajar untuk bersahabat dengan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk dalam
hidup. Kita perlu belajar untuk bergaul dengan orang-orang baik dan orang-orang
yang tidak baik dalam hidup. Dan dalam semua proses bersahabat dan bergaul itu,
kita hanya perlu memastikan bahwa watak dan karakter kita dibentuk dan dibangun
agar menjadi lebih sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia ciptaan Tuhan,
homo imago Dei, homo khalifatullah, atau apa pun istilahnya.
Membentuk karakter, itulah tujuan
hadirnya sejumlah persoalan hidup yang pelik. Membentuk karakter, itulah tujuan
dari banyaknya peluang tertawa ria karena percikan-percikan kebahagiaan yang
lewat. Keberhasilan dimaksudkan untuk membentuk watak kita. Kegagalan juga
diizinkan agar karakter terpatri dengan baik.
Ibarat sebuah batu di tangan seorang
pemahat yang terampil, semua pukulan alat dimaksudkan untuk mengukir dan
membentuk agar batu itu kemudian menjadi patung yang indah, menjadi cindera
mata yang menarik, memiliki bentuk yang khas dan unik. Begitulah Warren
menempatkan Tuhan sebagai Sang Pemahat Agung, dan batu ukiran adalah
manusia-manusia yang menjadi karya seni-Nya. Sementara berbagai peristiwa,
entah itu penuh kebahagiaan atau justru sarat dengan penderitaan, dimaksudkan
sebagai pukulan-pukulan kecil untuk membentuk batu agar menjadi sesuai dengan
keinginan Sang Pemahat Agung itu.
Sukses besar yang direngkuh Warren
dengan buku Purpose Driven Life, segera diikuti kenyataan istrinya Kay
terserang kanker. Ia jadi menemukan cara lain memandang hidup. Hidup bukanlah
lagi seperti gunung dan lembah; bukan seperti roda pedati yang berputar. Hidup
seperti dua rel kereta yang menyatu di ujung. Dua rel, sedih-gembira,
susah-senang, gagal-sukses, dan hal-hal sejenis datang bersamaan atau silih
berganti. Meski berbeda emosinya, tujuan keduanya adalah mengantar ke ujung
yang satu: agar manusia menjadi manusia sebagaimana ia diciptakan oleh Tuhan;
agar manusia membentuk watak dan karakternya sesuai tugas penciptaannya.
Warren mengingatkan saya kembali
pada dua pernyataan penting yang pernah saya renungkan bertahun silam. Pertama,
pernyataan Hakim Agung Amerika, Antonin Scalia, di tahun 90-an: “Bear in
mind that brains and learning, like muscle and physical skills, are articles of
commerce. They are bought and sold. You can hire them by the year or by the
hour. The only thing in the world not for sale is character. And if that does
not govern and direct your brains and learning, they will do you and the world
more harm than good” (Ingatlah bahwa kecerdasan dan pengetahuan,
seperti otot dan keterampilan fisik lainnya, adalah materi yang diperdagangkan.
Semua itu diperjual-belikan. Anda bisa membayarnya per tahun atau per jam.
Satu-satunya hal yang tidak bisa diperjualbelikan adalah karakter. Dan jika
karakter tidak mengarahkan kecerdasan dan pengetahuan Anda, maka ia akan mendatangkan
keburukan bagi Anda dan dunia ini).
Pernyataan kedua datang dari Heller
Keller (1880-1968), perempuan buta tuli pertama yang lulus cum laude dari
Radcliffe College di tahun 1904. Ia mengatakan, “Character can not be
develop in ease and quite. Only throught experience of trial and suffering can
the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success
achieved.” (lebih lanjut tentang Keller, lihat www.hki.org)
Membangun karakter terpuji, itulah
tujuan hidup yang patut kita pilih. Setujukah Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar